Berkicauan - Untuk menjaga kesehatan, kita sering membaca bahwa konsumsi garam yang
berlebihan semakin memperbesar resiko terkena hipertensi. Mengapa dan
bagaimana garam berpengaruh di dalam tubuh?
Untuk menjawab hal ini, para ilmuwan melakukan penelitian dengan dua cara. Pertama,
melihat kondisi yang terjadi pada tubuh di luar angkasa - tubuh tanpa
gravitasi. Penjelasan itu diterangkan oleh astronot Jerman Reinhold
Ewald yang berada di antariksa pada tahun 1997. Tidak hanya sebagai
ilmuwan, tapi juga sebagai kelinci percobaan.
"Saat penerbangan saya berupaya makan dan minum secara terkontrol dan
mendokumentasi semuanya," kisah Ewald kepada jaringan radio Jerman
Deutsche Welle.
Metabolisme manusia saat sedang berada di ruang tanpa gravitasi diteliti secara seksama. Selama penerbangan hingga dua minggu setelah kembali ke bumi, ia harus menuliskan semua yang ia makan.
Sekresi yang dikeluarkan sang astronot dicatat dan dibandingkan dengan apa yang ia makan. Hasilnya mengejutkan. Saat penerbangan ke antariksa, garam dalam jumlah yang cukup banyak menumpuk di dalam tubuh Reinhold Ewald. Jumlahnya mencapai enam liter cairan tubuh pada manusia sehat. Tapi bobot Ewald tidak bertambah enam kilogram.
Selama ini, para dokter mengira garam akan terurai seluruhnya di dalam tubuh. Garam yang berlebihan, seharusnya dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Usai eksperimen Ewald, baru diketahui bahwa tubuh manusia tidak berfungsi seperti itu.
Cara kedua, dengan penelitian di laboratorium yang melibatkan relawan. Ini kali, giliran para mahasiswa yang menjadi kelinci percobaan. Para peneliti mengkarantina mereka dan memberikan lebih banyak garam dalam makanan dan minuman. Ewald bercerita, "Kami memastikan, garam tidak hanya berhubungan dengan regulasi cairan tubuh dan tekanan darah tinggi, tetapi juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan pertumbuhan tulang," katanya.
Para mahasiswa yang diberi garam berlebihan mengalami hal yang sama seperti para astronot di ruang tanpa gravitasi. Garam terus berada di dalam tubuh dan tekanan darah bertambah tinggi.
Penjelasannya
Profesor
Jens Titze dari Universitas Erlangen kemudian berusaha nenjelaskan
bagaimana garam terus tersimpan di dalam tubuh, dan tidak terbuang.
Peran penting dimainkan oleh makrofagen, "Ini sel darah putih yang
'baik' terhadap garam," jelas Titze. Makrofagen bisa mengukur kandungan
garam dan natrium di bawah kulit.
Menurutnya, jika natrium terlalu banyak tersimpan di kulit, maka
makrofagen akan memastikan natrium dikeluarkan melalui pembuluh getah
bening kulit." Tidak semua sel darah putih bereaksi secara sama. "Ada
populasi sel darah putih lain, yakni sel T yang merusak jaringan tubuh
sendiri jika melihat garam. Ini tentu bencana," kata Titze.
Efek ini disebut autoimunitas. Jadi, siapa yang makan dengan banyak garam tidak hanya meningkatkan tekanan darah, tetapi juga terancam lebih sering mengalami penyakit autoimunitas yang sudah diderita sebelumnya, seperti misalnya mutilple sclerosis. Itulah penjelasan ahli.
Sumber