Berkicauan - Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana
dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia
berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah
setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah
orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
“Aku
menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin
Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera
menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar
kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash. Maka berangkatlah kami bertiga
menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan
Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah
saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan
muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat
yang haq…”
Rasulullah
bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal
sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan
yang baik…” Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada
beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap
semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam
perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin
Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka
bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk
keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan
sekitar 200.000 prajurit.
Dalam
hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah,
ia bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut
diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia
gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang
panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai
Syahid.”
“Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah
Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin
Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan
kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam
agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap
tinggi…
Tak
lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin
Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu
Sulaiman…!”
Khalid
merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak
memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan
Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah
hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab,
“Tidak…..
jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak
memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”
Tsabit
menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku,
dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan
kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah
kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan
gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu
dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak
memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk
di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar
biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh
Allah baginya…
Saat
perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan,
dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi
dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang
terus menyapu medan tempur.
Dalam
situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang
bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan
tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban
yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan
sisa-sisa yang ada dengan selamat.
Pada
saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah,
yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya
yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat
kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam
suasana perang berkecamuk terus.
Setiap
kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah
seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar
biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara
pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos
dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah
menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.
Sumber